Siapa Bilang Jokowi Tidak Korupsi? Ini Buktinya!
OPINI | 08 December 2013 | 17:25 Dibaca: 16742 Komentar: 60 7
Predikat tokoh / pemimpin antikorupsi
yang melekat pada diri Gubernur DKI Jakarta mulai runtuh ketika
terungkap berbagai dugaan kasus korupsi selama menjabat sebagai Walikota
Surakarta (Solo) dan Gubernur DKI Jakarta. Investigasi teman - teman
kami selama 11 hari di Surakarta, Jawa Tengah menemukan fakta - fakta
yang kuat mengenai dugaan keterlibatan Joko Widodo dalam beberapa
korupsi dan pelanggaran hukum di Surakarta. Untuk tahap awal, saya
tuliskan dugaan suap, korupsi dan pelanggaran hukum Joko Widodo terkait
dengan pelepasan aset Pemda Surakarta, khususnya Hotel Maliyawan,
Surakarta yang terjadi pada tahun 2011 - 2012 lalu.
Kronologis Pelepasan Aset Pemda Solo
Bermula dari rencana Pemda Jawa Tengah
untuk membeli bangunan hotel atau Balai Peristirahatan Maliyawan yang
terletak di Tawangmangu, Solo/ Surakarta. Bangunan hotel itu, meski
tanahnya adalah milik Pemda Jawa Tengah, namun bangunan di atas tanah
tersebut adalah aset milik Pemda Solo / Surakarta karena dibangun dengan
biaya /anggaran APBD Solo ( Surakarta) sekitar 12 tahun lalu. Namun,
rencana Pemda Jateng membeli bangunan hotel aset Pemda Surakarta itu
kandas karena Walikota Surakarta, Joko Widodo tidak pernah menyetujui.
Jokowi selalu menolak permohonan Pemda Jateng itu meski tidak jelas apa
alasannya. Padahal sebagai unit usaha yang dikelola BUMD PT Citra
Mandiri Jateng, Hotel Maliyawan itu tidak menguntungkan dan gagal beri
deviden kepada Pemda Solo (Surakarta) dan Pemda Jateng.
Karena permintaan membeli bangunan
hotel selalu ditolak Walikota Jokowi, Pemda Jateng balik berencana ingin
menjual aset Pemda Jawa Tengah berupa tanah yang di atasnya berdiri
bangunan yang dipergunakan sebagai Hotel Maliyawan yang dikelola oleh
BUMD PT. Citra Mandiri Jawa Tengah (CMJT) itu. Rencana Pemda Jateng
menjual tanah hotel tersebut melalui BUMN CMJT secara langsung, terbuka
dan lelang tentu tidak mudah karena bangunan hotel yang berada di atas
tanah itu adalah milik atau aset Pemda Surakarta. Pilihan terbaik adalah
dengan menawarkan rencana penjualan / pelepasan tanah aset Pemda Jateng
itu kepada Pemda Surakarta. Nanti, setelah Pemda Surakarta membeli
tanah aset Pemda Jateng tersebut, terserah kepada Pemda Surakarta,
apakah akan menjual kembali tanah berikut bangunan hotelnya atau mau
mengelola sendiri operasional Hotel Maliyawan itu.
Terhadap tawaran Pemda Jateng yang
ingin jual tanah asetnya itu, Walikota Surakarta langsung menyatakan
minatnya dan segera mengajukan rencana anggaran pembelian tanah Hotel
Maliyawan sebesar Rp. 4 miliar kepada DPRD Surakarta yang kemudian
disetujui oleh DPRD dengan rencana memasukan anggaran pembelian tanah
aset Pemda Jateng dalam Kebijakan Umum Perubahan APBD (KUPA) Surakarta
tahun 2010.
Melalui Nota Jawaban Walikota yang
dibacakan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Solo, Budi Suharto, Senin,
Walikota Solo, Joko Widodo (Jokowi), menjelaskan Pemkot Solo telah
menindaklanjuti Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Tahun 2010
dengan menganggarkan pembelian tanah Hotel Maliyawan senilai Rp 4.
miliar.
Namun, berdasarkan Nota Kesepakatan
Pemkot Surakarta dengan DPRD Kota Suarakarta No 910/3.314 dan No
910/1/617 tentang Kebijakan Umum Perubahan APBD (KUPA) Kota Solo Tahun
2010, anggaran untuk pengadaan tanah Hotel Maliyawan ternyata tidak
muncul sama sekali. Kemudian diketahui bahwa Walikota Solo (Surakarta)
mengajukan surat kepada Inspektorat Kota Surakarta yang berisi perintah
Walikota untuk menelaah/mengkaji aspek hukum dan perundang-undangan
terkait rencana Pemda Surakarta melepas aset berupa bangunan yang
terletak di atas tanah Hotel Maliyawan, Tawangmangu, Surakarta.
Pihak Inspektorat Kota menberikan
jawaban atas telaah dan kajian hukumnya kepada Walikota Joko Widodo.
Dalam surat dari Inspektorat tersebut, ditegaskan bahwa untuk
pemindahtanganan aset bangunan milik Pemda (Hotel Maliyawan) diperlukan
penaksiran oleh tim dan hasilnya ditetapkan dengan keputusan Walikota.
Selanjutnya Pemkot harus memohon izin penghapusan aset dari DPRD Kota
Solo. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan PP No 6/2006 Tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, pasal 37 serta Perda No 8/2008
Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Berdasarkan telaah dan kajian
Inspektorat, Walikota Joko Widodo mengirim surat kepada Ketua DPRD Kota
Solo (Surakarta) tertanggal 29 Juli 2011 perihal permohonan persetujuan
pemindahtanganan atas nama Balai Istirahat (BI) Maliyawan. Pada
paragraf kedua surat tersebut, Jokowi menyebutkan bahwa sesuai dengan
pasal 64 ayat 1 Perda 8/2008 Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah,
pemindahtanganan atas bangunan dapat dilakukan setelah mendapat
persetujuan dari DPRD.
Masih mengacu kepada surat dari
Walikota Joko Widodo itu, disebut lagi bahwa sehubungan dengan Perda
tersebut maka diajukan permohonan persetujuan DPRD dan selanjutnya dapat
dibahas dalam rapat Dewan. Surat tersebut merupakan tindak lanjut dari
surat Inspektorat Kota pada 16 Desember 2010 tentang telaah staf
pelepasan Hotel Maliyawan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas,
sangat jelas bahwa pada awalnya, Walikota Solo Joko Widodo masih
menjalankan mekanisme dan prosedur pelepasan aset secara benar dan
berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun,
setelah Walikota Joko Widodo ketahuan sudah menjual aset Pemda
Solo/Surakarta secara diam - diam kepada Lukminto, Direktur PT. Sritex,
sikap, perilaku dan pernyataan - pernyataan Joko Widodo berubah 180
derajat alias menjadi seorang pembohong. Ada apakah dengan Joko Widodo
terkait pelepasan aset Pemda Solo berupa bangunan hotel Maliyawan itu ?
Jokowi Mendadak Berubah 180 Derajat dan Berbohong
Kenapa terjadi perubahaan sikap, perilaku
dan pernyataan Joko Widodo terkait penjualan aset Pemda Solo secara
diam-diam kepada Lukminto ? Kenapa tiba-tiba Joko Widodo selalu ngotot
pertahankan pernyataan dan pendapatnya bahwa penjualan bangunan hotel
aset Pemda itu TIDAK memerlukan persetujuan DPRD Solo dan TIDAK perlu
mengacu serta mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku ?
Berkali - kali Joko Widodo mengatakan kepada publik bahwa sebagai
walikota, pihaknya tidak perlu minta izin persetujuan kepada DPRD. Tidak
perlu dengan penerbitan Peraturan Daerah / Perda terlebih dahulu jika
pemda ingin menjual asetnya. Bahkan Jokowi mengatakan pelepasan aset
pemda secara tanpa minta persetujuan DPRD terlebih dahulu itu, sudah
sangat sering dia lakukan. Semuanya aman - aman saja, dalih Jokowi pada
sekitar Juli 2012 lalu.
Mencermati perubahan sikap Joko Widodo
dan kengototannya menabrak hukum itu, anak siswa SMA atau mahasiswa
semester I pun mengerti dan paham bahwa pasti ada kolusi antara Jokowi
dan Lukminto yang sangat patut diduga menghasilkan suap untuk Joko
Widodo. Berapa besar dugaan suap dari Lukminto kepada Joko Widodo
sehingga Joko berani melanggar hukum, UU dan menipu DPRD dan rakyat Solo
serta seluruh rakyat Indonesia itu ? Berapa besar kerugian negara
akibat KKN Jokowi - Lukminto itu ? Silahkan KPK, Kejaksaan dan Polri
mengusut tuntas agar hukum dapat ditegakkan dan keadilan dapat terwujud.
Sikap kita yang toleran/pembiaran terhadap perbuatan kriminal,
kejahatan atau korupsi Jokowi ini, sesungguhnya sama saja dengan kita
menyetujui perbuatan haram tersebut. Sekian. (Raden Nuh)
http://politik.kompasiana.com/2013/12/08/siapa-bilang-jokowi-tidak-korupsi-ini-buktinya--614774.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar